Jakarta, Berita-Fakta – Penasihat hukum terdakwa Hans Falitha Hutama, Agus Sudjatmoko, menilai majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat tidak konsisten dalam menjatuhkan putusan korupsi impor gula bersubsidi. Kritik ini disampaikan usai sidang pembacaan putusan pada Kamis (30/10/2025).
Agus menyoroti hakim tidak membacakan seluruh pertimbangan hukum karena dianggap sama dengan perkara terdakwa lain seperti Wisnu dan Indra. Namun, ia justru melihat inkonsistensi penerapan hukum.
“Majelis hakim tidak membacakan pertimbangan hukum karena dianggap sama dengan perkara sebelumnya. Tapi justru di situ letak ketidakonsistenannya. Dalam perkara Tom Lembong dan Charles Sitorus, kerugian negara hanya sekitar Rp174 miliar, sementara dalam perkara ini disebut Rp500 miliar, padahal saksi dan alat buktinya sama,” ujar Agus.
Agus juga menyoroti perubahan pandangan hakim terkait kerugian negara dari bea masuk. “Terkait kerugian negara dari bea masuk, dulu majelis menyatakan tidak diterima, sekarang justru dikabulkan. Padahal buktinya sama, saksinya juga sama. Ini bentuk ketidakonsistenan majelis,” tegasnya.
Ia menilai hakim mengabaikan abolisi yang diberikan kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong. “Dalam pertimbangan hukum, majelis sama sekali tidak menyinggung soal abolisi Pak Lembong, padahal itu fakta hukum penting. Kalau pelaku utama sudah dinyatakan tidak bersalah karena abolisi, seharusnya bawahan yang hanya melaksanakan tugas tidak bisa dinyatakan bersalah,” jelasnya.
Agus membedakan amnesti dan abolisi: “Kalau amnesti itu orang tetap bersalah tapi diampuni, sedangkan abolisi berarti perbuatannya dianggap tidak ada, penuntutannya dihentikan. Jadi kalau sudah ada abolisi, bagaimana bisa seseorang masih dinyatakan bersalah? Itu tidak masuk akal.” tuturnya.
Agus menyatakan pihaknya akan pikir-pikir dalam 7 hari untuk mengajukan banding atau kasasi. “Menerima putusan bukan berarti mengakui kesalahan, tapi kami harus mempertimbangkan banyak hal, termasuk efektivitas upaya hukum di tengah situasi seperti ini,” ungkapnya.
Meski menghormati putusan, ia berharap keadilan substantif ditegakkan. “Kami hormati putusan ini, tapi kami melihat ada logika hukum yang tercederai. Ketika fakta sama, bukti sama, tapi hasilnya berbeda, tentu ada yang perlu dikoreksi,” pungkasnya.
Majelis hakim menyatakan lima terdakwa bersalah dan menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara serta denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan masing-masing. Terdakwa:
1. Tony Widjaja Ng – Direktur Utama PT Angels Products
2. Then Surianto Eka Prasetyo – Direktur PT Makassar Tene
3. Hendrogiarto Tiwow – Direktur PT Duta Sugar International
4. Hans Falitha Hutama – Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur
5. Eka Sapanca – Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama
Hakim juga membebankan uang pengganti (UP) setelah dikurangi penitipan ke RPL Kejaksaan Agung:
• Eka Sapanca: Rp32.012.811.588,55
• Hendrogiarto Tiwow: Rp41.226.293.608,16
• Hans Falitha Hutama: Rp74.583.958.290,80
• Then Surianto Eka Prasetyo: Rp39.249.282.287,52
• Tony Widjaja Ng: Rp150.813.450.163,81(Ant)











