Perkara Korupsi LPEI: Pengacara Soroti Audit Parsial, Tegaskan Kliennya Tidak Gagal Bayar dan Tak Terima Aliran Dana

oleh -50 Dilihat
oleh
banner 468x60

JAKARTA, BERITA-FAKTA.COM – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Senin (13/10/2025).

 

banner 336x280

Perkara ini menjerat tiga terdakwa dari PT Petro Energy sebagai debitur, yakni Jimmy Masrin (pemilik perusahaan), Newin Nugroho (Direktur Utama), dan Susy Mira Dewi (Direktur Keuangan). Ketiganya didakwa telah menerima fasilitas kredit dari LPEI senilai Rp1 triliun, meski perusahaan dianggap tidak memenuhi syarat kelayakan.

 

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut, tindakan tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp900 miliar, dan berdasarkan pengembangan perkara terhadap 11 debitur lain, potensi kerugian negara diperkirakan bisa mencapai Rp11,7 triliun.

 

Menurut dakwaan JPU, pemberian kredit antara LPEI dan PT Petro Energy dilakukan dengan cara mempermudah proses persetujuan kredit, meski hasil analisis internal menunjukkan perusahaan tersebut tidak layak.

 

Dalam proses pencairan, PT Petro Energy disebut membuat kontrak fiktif sebagai dasar pengajuan pinjaman. Sementara itu, oknum direksi LPEI disebut menggunakan kode “uang zakat” untuk meminta “jatah” sebesar 2,5% hingga 5% dari nilai kredit yang dicairkan kepada debitur.

 

Perkara ini terdaftar dengan Nomor 69/Pidsus-TPK/2025/PN JKT.PST, dan pada persidangan kali ini, agenda yang dijalankan adalah pemeriksaan saksi ahli.

 

JPU menghadirkan Kiki Fauziah Bidari, analis audit forensik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai saksi ahli.

 

Penasihat hukum terdakwa Jimmy Masrin, Soesilo Aribowo, langsung menyampaikan keberatan terhadap kehadiran ahli yang dihadirkan JPU. Menurutnya, keterangan saksi ahli Kiki Fauziah Bidari tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, karena dinilai lebih berupa pendapat pribadi ketimbang hasil kajian ilmiah yang dapat diuji secara empiris.

 

“Sejak awal kami melihat masalah independensi, karena beliau ini juga digaji oleh KPK. Jadi sulit memastikan netralitasnya,” ujar Soesilo di hadapan majelis hakim.

 

Soesilo menegaskan bahwa keterangan seorang ahli harus bersifat objektif dan akademis, bukan interpretasi atas fakta penyidikan.

 

“Pendapat ahli seharusnya lahir dari proses analisis berbasis keilmuan, bukan sekadar penafsiran terhadap data dari penyidik. Tugas ahli adalah memberi pandangan teknis, bukan menentukan kebenaran hukum,” tambahnya.

 

Lebih lanjut, Soesilo mempersoalkan ruang lingkup audit forensik yang dilakukan oleh saksi ahli. Menurutnya, audit hanya mencakup periode 2015 hingga 2017, yakni masa awal pencairan dana, tanpa menelusuri periode pelunasan yang masih berlangsung hingga 2019.

 

“Ahli hanya memeriksa tahap awal pencairan. Padahal transaksi dan pembayaran berjalan sampai 2019, dan hingga kini tidak ada posisi gagal bayar. Jadi tidak tepat jika kesimpulan diambil hanya dari awal periode,” jelasnya.

 

Ia menegaskan, audit parsial seperti itu berpotensi menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan dan tidak menggambarkan kondisi menyeluruh.

 

Poin lain yang disoroti tim pembela adalah keterangan ahli yang justru tidak menemukan adanya aliran dana ke terdakwa Jimmy Masrin maupun pihak terkait lainnya.

 

“Ahli sendiri mengakui bahwa tidak ada aliran dana kepada Pak Jimmy maupun Ibu Susi. Maka, tidak sewajarnya beliau dibebani tanggung jawab uang pengganti yang dianggap hasil korupsi,” tegas Soesilo.

 

Menurutnya, tanpa bukti transfer dana yang jelas, tidak ada dasar hukum untuk menetapkan Jimmy sebagai penerima keuntungan dari tindak pidana.

 

Soesilo juga menyoroti keterbatasan dokumen yang digunakan dalam audit forensik tersebut. Ia menyebut bahwa ahli tidak sempat membaca seluruh dokumen yang relevan karena keterbatasan waktu dan akses.

 

“Ahli tadi juga mengatakan dokumen yang diperiksa sangat terbatas. Dalam audit forensik, biasanya ada batasan jelas tentang dokumen apa yang dipakai, sumbernya, dan waktunya. Di sini hal itu tidak ada,” jelasnya.

 

Lebih jauh, ia juga mempertanyakan kompetensi profesional saksi ahli.

 

“Beliau ini melakukan audit forensik tapi tidak punya sertifikat forensik. Yang ada hanya sertifikat polygraph examiner atau pemeriksa kebohongan. Itu metode yang sangat berbeda,” ungkap Soesilo.

 

Soesilo menegaskan, apabila majelis hakim menjadikan hasil audit forensik yang tidak lengkap dan tidak independen sebagai dasar penilaian, hal itu bisa berakibat fatal terhadap keadilan hukum.

 

“Kalau nanti uang pengganti dibebankan hanya berdasarkan audit yang terbatas dan tidak independen, ini bisa sangat fatal dan mencederai keadilan,” tandasnya.

 

Menanggapi keberatan tersebut, Ketua Majelis Hakim Brelly Yuniar Dien Wardi Haskori, S.H., M.H., menegaskan bahwa pendapat ahli bukanlah alat bukti yang bersifat menentukan, melainkan harus diuji bersama alat bukti lain dalam proses pembuktian.

 

Hakim meminta agar semua pihak tetap menghormati proses hukum dan menunggu pembuktian selanjutnya dari masing-masing pihak.

 

Sidang perkara dugaan korupsi LPEI dengan terdakwa Jimmy Masrin dan dua petinggi PT Petro Energy dijadwalkan berlanjut pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan dari pihak penuntut umum. (MJ001)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.