PANGKALPINANG, BERITAFAKTA – Frasa “Pangkalpinang lubuknya kecil, tapi buayanya banyak” seringkali terdengar sebagai candaan di kalangan masyarakat Pangkalpinang. Kiasan ini merujuk pada situasi di mana setiap tindakan atau kebijakan, sekecil apa pun, akan selalu berhadapan dengan beragam komentar, kritik, bahkan pertentangan.
Namun, tahukah Anda bahwa kiasan populer ini memiliki akar sejarah yang kuat dan terabadikan dalam catatan kuno?
Menurut Dato’ Akhmad Elvian, DPMP, Sejarawan dan Budayawan Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia, kiasan ini bukan sekadar gurauan tanpa dasar.
Ia menjelaskan bahwa ungkapan ini menggambarkan kondisi di mana setiap pekerjaan akan selalu diwarnai intervensi dan gangguan. Sebagai contoh, kebijakan pemimpin yang dinilai kurang tepat akan memicu banyak respons, mulai dari komentar hingga permasalahan yang berkepanjangan.
Asal-usul kiasan ini dapat ditelusuri dari catatan Franz Epp, seorang Jerman yang pernah mengunjungi Pangkalpinang. Dalam bukunya, Schilderungen aus Hollandisch-Ostinden (Heidelberg, J.C.B. Mohr, 1852, hal. 211), Epp menjelaskan kondisi distrik Pangkalpinang.
Ia menyebutkan adanya sungai (lubuk) kecil di Pangkalpinang yang memiliki banyak lekukan dan ditinggali oleh banyak buaya. Epp lebih lanjut menggambarkan kondisi Pangkalpinang kala itu.
“Pankalpinang memiliki kampung padat penduduk. Kota Pangkalpinang membutuhkan 300 orang untuk menjaga dan mempertahankannya. Tapi kondisi yang ada hanya 30 orang. Pangkalpinang sangat kaya air, genangan air membuat kampung tidak sehat, dan sehat cuma dimusim kemarau.”ungkap Dato’ Akhmad Elvian.
Secara spesifik, Franz Epp menulis. “Pankalpinang an einem, der viele Krummungen hat und wegen der sich darin aufhaltenden Krokodile sehr beruchtigh ist, besitzt einen volkreichen Kampong. Das Fort effordert 300 mann zur Vertheidigung. die Bezatzung ist aber nur 30 mann strak. Die gegend von Pankalpinang ist sehr wasserrich: das stagnirende wasser macht in den troknen monaten den kampong ungesund.”
Penelusuran pada peta Resident Bangka en Onderh. Opgenomen door den Topografischen dienst in 1928-1929 Blad 34/XXV d., menunjukkan keberadaan dua sungai kecil di Pangkalpinang dengan aliran yang berliku, yaitu Sungai Pedindang dan Sungai Rangkoei. Kondisi geografis ini menguatkan gambaran Pangkalpinang sebagai “kota kaya air”.
Wilayah di sisi Selatan kampung Boekit merupakan daerah rawa-rawa, dan di sisi Timur kampung Oepas, kampung Djawa, serta kampung Katak adalah kawasan rawa yang sangat luas hingga ke pesisir Timur Pangkalpinang.
Dengan demikian, kiasan “Pangkalpinang lubuknya kecil, buayanya banyak” bukan sekadar anekdot, melainkan representasi akurat dari kondisi geografis dan dinamika sosial-politik yang telah ada sejak lama di ibu kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini. (MJ001)











