Silent Strategy di Masa Tenang Pilkada Ulang Bangka 2025: Apa Bisa Jadi Pedang Bermata Dua?

oleh -167 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh: R. Nuansa

Berita-Fakta.com – Bayangkan ini: tanggal 24 Agustus 2025, hari ini, dan kita sudah memasuki masa tenang Pilkada Ulang di Kabupaten Bangka dan Kota Pangkalpinang.

banner 336x280

Suasana seharusnya tenang, tanpa hiruk-pikuk kampanye, tapi di balik layar, ada yang namanya “silent strategy political” yang sering jadi pembicaraan diam-diam.

Sebagai seseorang yang mengikuti politik lokal, saya pikir strategi ini seperti permainan kucing-kucingan: efektif untuk sementara, tapi bisa merusak kepercayaan jangka panjang.

Dalam opini saya, di tengah pilkada ulang ini yang lahir dari kemenangan kotak kosong tahun lalu, silent strategy justru bisa memperburuk ketidakpuasan masyarakat.

Mari kita bedah lebih lanjut dengan cercahan tulisan, dengan fakta-fakta terkini, supaya lebih jelas kenapa ini penting dibahas sekarang.

Apa Sebenarnya Silent Strategy Political Itu, Khususnya di Masa Tenang?

Silent strategy, atau strategi politik diam-diam, bukan hal baru di dunia politik Indonesia.

Ini melibatkan upaya memengaruhi pemilih tanpa terlihat, terutama selama masa tenang—periode tiga hari sebelum pencoblosan di mana kampanye resmi dilarang keras.

Di Bangka 2025, masa tenang resmi dimulai hari ini, 24 Agustus, sampai 26 Agustus, dengan pemungutan suara pada 27 Agustus.

Berdasarkan PKPU 13 Tahun 2024, semua alat peraga kampanye (APK) seperti baliho dan spanduk harus dibersihkan paling lambat hari ini, dan memang KPU Bangka khususnya sudah mulai menertibkannya sejak pagi tadi, bekerja sama dengan Polresta, Satpol PP, dan Bawaslu.

Tapi, silent strategy sering melewati aturan ini.

Contohnya? Politik uang yang dibagikan secara sembunyi-sembunyi, pengaruh melalui tokoh masyarakat atau keluarga, atau bahkan penyebaran isu negatif via grup WhatsApp tanpa jejak resmi.

Di konteks Bangka, pilkada ulang ini unik karena tahun lalu kotak kosong menang, menandakan protes massal terhadap calon-calon sebelumnya.

ekarang, ada lima paslon di Bangka: Fery Insani-Syahbudin (nomor 1), Naziarto-Usnen (2), Aksan Visyawan-Rustam Jaseli (3), Andi Kusuma-Budiyono (4), dan Rato Rusdiyanto-Ramadian (5).

Jumlah pemilih sekitar 242.582 orang di 459 TPS, turun dari 600 TPS sebelumnya—artinya, setiap suara lebih berharga, dan godaan untuk strategi diam-diam semakin besar.

Prespektif personally merasa ini seperti main curang di permainan yang seharusnya adil, karena masyarakat Bangka sudah capek dengan politik yang tidak transparan.

Dari pengamatan saya, strategi ini sering dipakai oleh tim paslon yang punya jaringan kuat di tingkat akar rumput.

Misalnya, di Babel secara umum, kompetisi politik sering melibatkan “perang pencitraan” yang halus, tapi bisa berubah jadi kasar menjelang akhir.

Di masa tenang, ini bisa berupa ajakan subtil dari relawan untuk memilih tanpa kampanye terbuka, atau bahkan distribusi bantuan “sosial” yang sebenarnya bermotif politik.

Dampak Buruk yang Sering Diabaikan: Dari Kehilangan Kepercayaan hingga Potensi Chaos

Sebenarnya bisa menjadi biasa saja dengan dampaknya. Pertama, silent strategy merusak kepercayaan publik.

Dari Survei terbaru dari Elekta Research Center Universitas Pertiba (Uniper) menunjukkan bahwa 62,06% warga Pangkalpinang menolak politik uang, salah satu bentuk utama silent strategy.

Bahkan, 79,49% puas dengan kinerja KPU, tapi kalau ada pelanggaran diam-diam, ini bisa runtuh seketika.

Bayangkan, dengan target partisipasi 80%, kalau orang merasa pemilu “dicurangi” secara halus, turnout bisa anjlok, dan pemenangnya dipertanyakan legitimasi-nya.

Kedua, ini meningkatkan risiko sengketa. Pilkada ulang Bangka sudah penuh drama—dari gugatan sebelumnya hingga penundaan debat publik sampai 12 Agustus.

Polres Bangka saja sudah mengerahkan personel ketat untuk jaga surat suara di gudang KPU, termasuk larangan benda tajam dan merokok di area sortir, dengan 88 petugas dibagi 22 kelompok.

Kalau silent strategy ketahuan, bisa memicu Pemungutan Suara Ulang (PSU) lagi, memperpanjang ketidakpastian.

Ingat, Bangka sudah dipimpin Pj Bupati sejak lama; masyarakat butuh pemimpin definitif untuk pembangunan, bukan drama politik berkepanjangan.

Ketiga, dari sisi sosial, ini bisa memperdalam polarisasi.

Di Bangka, yang mayoritas masyarakatnya tolak politik uang menurut survei, strategi diam-diam sering dimanfaatkan partai besar untuk pertahankan hegemoni.

Analisis politik lokal bilang pilkada ulang ini simbol runtuhnya supremasi partai, karena kegagalan mereka penuhi ekspektasi rakyat.

Dari kacamata kuda ini Sikap dari politically incorrect tapi benar: silent strategy sering jadi alat elite untuk manipulasi, bukan demokrasi sejati.

Dampaknya? Masyarakat semakin sinis, dan demokrasi lokal jadi rapuh.

Apakah Ada Sisi Positifnya? Dan Bagaimana Mengatasinya?

Jujur saja, di sisi lain, silent strategy bisa dilihat sebagai adaptasi cerdas terhadap regulasi ketat.

Misalnya, fokus pada mobilisasi internal tim tanpa langgar aturan, seperti rapat kecil untuk strategi hari-H.

Di Bangka, dengan anggaran Rp 24,8 miliar untuk Pangkalpinang, paslon mungkin pakai ini untuk efisiensi.

Tapi, menurut saya, risikonya lebih besar daripada manfaatnya—lebih baik transparan dari awal.

Untuk atasi ini, perlu langkah konkret:

  • Pengawasan Lebih Ketat: Bawaslu harus perkuat patroli, seperti yang dilakukan di Belitung tahun lalu, termasuk monitoring digital dan posko aduan masyarakat. Di Bangka, Polres sudah jamin keamanan debat, tapi extend ke masa tenang dengan TFG (Tactical Floor Game) untuk antisipasi gangguan.
  • Edukasi Pemilih yang Intensif: Dorong kampanye anti-politik uang, seperti deklarasi kampanye damai yang digelar KPU Pangkalpinang Juli lalu. Liburkan instansi pada 27 Agustus untuk tingkatkan partisipasi, seperti edaran Pj Bupati Bangka.
  • Penegakan Hukum Tegas: Sanksi pidana untuk pelanggar, seperti denda Rp 1 juta atau kurungan 3 bulan, seperti aturan umum masa tenang. Libatkan FKUB dan ormas untuk sosialisasi.

Waktunya Bangka Memilih

Pada akhirnya, silent strategy mungkin tampak pintar di masa tenang ini, tapi di Pilkada Ulang Bangka 2025, ia berisiko tinggi terhadap stabilitas dan keadilan.

Dengan dukungan Kemenko Polkam yang kawal pelaksanaan, dan masyarakat yang semakin sadar—like 62% tolak politik uang—saya yakin kita bisa sukseskan pemilu ini tanpa trik licik.

Sebagai warga yang peduli, mari kita gunakan hak suara dengan bijak pada 27 Agustus. Bangka layak dapat pemimpin yang lahir dari proses jujur, bukan bayang-bayang silent strategy.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.