Gelombang Kecamuk di Pantai Batu Tunggal : Kemah Mewah Berubah Lara, Pokdarwis Terluka

oleh -397 Dilihat
oleh
banner 468x60

BANGKA, BERITA-FAKTA.COM – Gemuruh ombak Pantai Batu Tunggal kini diiringi desiran kecewa. Sebuah riak permasalahan mencuat ke permukaan, mengombang-ambing nama baik destinasi wisata yang tengah mekar di Sungailiat. Biang keladinya? Aktivitas kemah malam yang berujung pada pusaran polemik di media sosial, laksana badai di tengah samudra tenang.

 

banner 336x280

Adalah sebuah postingan di Facebook yang menyulut api perdebatan. Seorang pengunjung meradang, menumpahkan kekesalannya atas pungutan Rp250.000 untuk kegiatan berkemah semalam suntuk di Pantai Batu Tunggal. Nominal tersebut, seolah mencekik leher, dianggap tak masuk akal lantaran mencakup fasilitas gazebo, WC umum, dan listrik yang baru terpasang. Sebuah bayang-bayang pungli pun melayang, menyelimuti keindahan pantai.

 

Namun, Sulaiman, nahkoda Pokdarwis Pantai Batu Tunggal, tak tinggal diam. Bak kesatria yang membela kehormatan, ia menyanggah keras tudingan yang bertebaran di jagat maya. “Apa yang dituliskan di Facebook itu tidaklah benar, bagai fatamorgana di gurun pasir,” tegas Sulaiman saat dihubungi awak media. Ia lantas menuturkan, kehadiran dirinya dan para pengurus Pokdarwis di tengah malam saat ada pengunjung berkemah adalah bagian dari dedikasi, untuk memastikan keamanan dan kenyamanan para penikmat alam Pantai Batu Tunggal, Dusun Rambak, Kelurahan Jeliti, Sungailiat. Mereka adalah penjaga mimpi, bukan pemeras rezeki.

 

Hatinya tergores, bagai kaca retak. Sulaiman merasa dilecehkan dan tidak dihormati oleh postingan tersebut. “Ini seperti tamu yang datang ke rumah tanpa mengetuk pintu, lalu berteriak tak suka dengan hidangan yang disajikan,” ungkapnya dengan nada miris. Padahal, ia mengaku telah berupaya mendamaikan situasi di lokasi pada malam kejadian. Namun, unggahan di media sosial itu bak panah beracun yang menancap dalam.

 

Insiden ini, menurut Sulaiman, adalah cambuk pelajaran yang berharga. Ia kini berpikir keras, merangkai benang aturan yang lebih ketat bagi para pecinta kemah di Pantai Batu Tunggal. Bahkan, opsi menutup sementara kegiatan berkemah pun terlintas di benaknya, demi meredam gejolak yang mungkin terjadi di kemudian hari.

 

Sulaiman juga menegaskan dengan lantang, bak guntur di musim hujan, bahwa Pantai Batu Tunggal adalah buah karya masyarakat yang tergabung dalam Pokdarwis. Sebuah program yang lahir dari rahim gotong royong, bertujuan mengembangkan potensi alam Dusun Rambak. “Kami telah membayar pajak rekreasi pantai kepada Kabupaten Bangka, sebagai bentuk kepatuhan terhadap aturan yang berlaku di Bangka Belitung, bahkan Indonesia,” tegasnya.

 

“Jika kami disebut pungli, itu adalah tuduhan yang memutarbalikkan fakta. Kami yang bekerja, kami yang mengelola, kami yang membangun, dan kami, dari Pokdarwis, yang menjaga,” imbuhnya, membela diri. Dalam waktu tiga bulan sejak dibuka, Pantai Batu Tunggal telah menjelma menjadi primadona, magnet bagi para pelancong dari seluruh Pulau Bangka.

 

Demi menjaga ketenangan dan keharmonisan yang telah tercipta, Sulaiman menyatakan akan menutup sementara aktivitas berkemah di Pantai Batu Tunggal. Sebuah langkah bijak, bagai nakhoda yang menarik sauh saat badai mendekat, demi menjaga bahtera agar tidak karam di kemudian hari. (MJ001)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.